[ad_1]
Tuberkulosis (TB) pada anak selama ini tidak menjadi prioritas lantaran dianggap minim risiko menularkan. Padahal, daya tahan tubuh anak yang rendah berisiko tinggi mengalami TB berat, bahkan kematian. Lakukan pencegahan yang utama dengan vaksin BCG.
—
SATU pasien TB aktif dapat menulari 10–15 orang di sekelilingnya setiap tahun. Penularannya melalui percikan air ludah yang kemudian menyerang saluran pernapasan. Bukan hanya itu, organ tubuh lain seperti otak dan tulang juga bisa terkena atau disebut TB ekstraparu berat. Anak termasuk kelompok yang berisiko tinggi tertular TB.
”TB pada anak kerap dianggap remeh karena nggak menimbulkan batuk darah. Padahal, kalau TB anak sudah sampai komplikasi menjadi radang otak, misalnya, anak yang tadinya bisa beraktivitas, lalu terkena radang otak TB, jadi cacat seumur hidup, lumpuh,” ungkap dr Piprim Basarah SpA(K) dalam media briefing memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia setiap 24 Maret pada Senin (20/3).
TB pada anak terbagi menjadi golongan anak usia muda di bawah 5 tahun dan anak remaja 10–18 tahun. Pada anak usia muda, TB tidak menular. Sebab, anak-anak cenderung memiliki sedikit bakteri dalam sekresi lendir. Batuknya pun tidak terlalu efektif untuk mengakibatkan berkembangnya bakteri. ”Jumlah kumannya sedikit sehingga risiko penularannya minim,” jelas dr Rina Triasih MMed (Paed) PhD SpA(K).
Pada anak remaja, tipe TB-nya seperti pada orang dewasa. Kalau dahaknya diperiksa positif, risiko penularannya lebih tinggi. ”Kalaupun negatif, risiko penularannya lebih rendah, tetapi tetap menularkan,” kata Rina.
Manifestasi gejalanya sedikit berbeda. Pada anak usia muda, batuk tidak disertai dahak berdarah. Sering kali TB berupa batuk yang berlangsung lama lebih dari dua pekan dan tidak kunjung membaik sekalipun sudah diberi obat antibiotik. Demam lebih dari dua pekan juga perlu dicurigai.
Kemudian, masalah berat badan. Nafsu makan anak cukup baik, tetapi berat badan tidak naik atau justru turun dalam dua bulan berturut-turut. ”Jadi gampang lesu, tidak seaktif biasanya. Gejala ini juga kadang dijumpai pada penyakit lain sehingga memang tidak mudah menegakkan diagnosis TB pada anak,” ujar ketua UKK Respirologi IDAI tersebut.
Anak yang kontak langsung dengan pasien TB dan tidak diberi obat pencegahan berisiko tinggi tertular. Meski kondisinya baik, belum tentu beberapa bulan atau sekian tahun kemudian dia tidak sakit TB. Sebab, gejalanya bisa timbul dua tahun setelah kontak dengan pasien TB.
”Kalau daya tahan tubuh anak tersebut kuat, kuman TB bisa ditendang sehingga tidak ada infeksi, tidak ada gejala, dan tidak ada sakit. Ada pula yang kumannya masuk, tetapi sistem pertahanan tubuhnya mampu memagari,” jelas Rina.
Jadi, ada kuman di dalam tubuhnya, tetapi tidak menimbulkan gejala. Kasus itu biasa disebut infeksi laten TB. Kalau pada Covid-19 disebut orang tanpa gejala (OTG). Anak-anak atau orang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus lebih banyak terkena TB ekstraparu berat.
Jenis itu lebih fatal. Bakteri TB yang masuk ke saluran napas akan ikut mengalir bersama pembuluh darah. ”Kalau daya tahan tubuhnya rendah, bakteri itu bisa menempel di selaput otak, misalnya, mengakibatkan meningitis atau radang otak oleh TB,” terangnya.
Dalam hal ini, anak bukan penular, lanjut Rina, melainkan korban yang terpapar. Karena itu, pasien TB harus menjalani pengobatan sampai tuntas dan meminumnya secara teratur. Yakni, selama enam bulan pada TB ringan dan 12 bulan pada TB ekstraparu berat.
”Sudah ada obatnya, bisa sembuh. Harus teratur dan tepat dosisnya. Jumlah obatnya pun bukan hanya satu, minimal dua bulan pertama itu minum tiga macam obat. Selanjutnya, setelah dua bulan itu dua macam obat,” papar Rina.
Lamanya jangka pengobatan kerap menjadi permasalahan. Ada orang-orang yang putus berobat. Akibatnya, TB tidak bisa sembuh, bahkan mengakibatkan kematian. Bisa juga mengakibatkan kebal terhadap obat sehingga penanganannya lebih sulit.
CEGAH ANAK TERTULAR TB
• Berikan vaksin BCG kepada bayi usia 0–3 bulan.
• Anak yang kontak erat dengan pasien TB diberi obat pencegahan TB.
• Berikan anak makanan dengan gizi cukup dan seimbang.
• Terapkan perilaku hidup sehat.
• Jaga kebersihan lingkungan rumah dan pastikan sinar matahari bisa masuk ke rumah.
• Rutin konsumsi obat bagi anggota keluarga yang terkena TB.
Sumber: dr Rina Triasih MMed (Paed) PhD SpA(K)
[ad_2]
Source link