[ad_1]
JawaPos.com – Pandemi benar-benar berdampak luar biasa bagi Tiongkok. Baik perekonomian maupun populasi penduduknya. Tahun 2022 menjadi pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam empat dekade di Tiongkok. Adapun populasi penduduknya turun untuk kali pertama dalam enam dekade terakhir.
Dilansir Agence France-Presse, produk domestik bruto (PDB) Tiongkok hanya naik 3 persen pada 2022. Angka itu jauh dari target pemerintah. Yakni, 5,5 persen. Namun, angka tersebut masih lebih baik dari prakiraan sebagian besar ahli ekonomi yang hanya 2,7 persen.
Angka 3 persen tersebut merupakan pertumbuhan ekonomi terlemah sejak 1976 saat Mao Zedong meninggal dunia. ’’Data ini menunjukkan pukulan keras perekonomian Tiongkok akibat dari kebijakan nol kasus dan kemerosotan sektor properti di 2022,’’ ujar Wakil Ekonom Tiongkok dari Bank BNP Paribas Jacqueline Rong seperti dikutip BBC.
Kebijakan ketat nol kasus Covid-19 di Tiongkok memang efektif menutup negara itu dari aktivitas bisnis dunia. Namun, rantai pasokan menjadi karut-marut dan mengguncang ekonomi global. Ketika negara lain mulai membuka diri tahun lalu, perusahaan-perusahaan berharap bisa beroperasi normal. Tapi, tidak demikian yang terjadi di Tiongkok. Mereka masih tutup.
Banyak brand besar yang memiliki pabrik di Tiongkok. Contohnya, Zhengzhou yang merupakan lokasi pabrik iPhone terbesar di dunia. Wilayah tersebut juga dikuntara beberapa kali sehingga produksi kerap terhenti.
Pencabutan aturan nol kasus di Tiongkok secara tiba-tiba pada 8 Desember 2022 juga ditengarai bakal mengancam pertumbuhan ekonomi di awal tahun ini. Sebab, ketika lockdown tiba-tiba dibuka dan masih banyak penduduk yang belum divaksin, lonjakan kasus penularan Covid-19 tidak bisa terelakkan.
Bank Dunia memperkirakan PDB Tiongkok akan pulih menjadi 4,3 persen pada 2023. Naik, tapi masih di bawah ekspektasi pemerintah. Permasalahan di industri properti masih menjadi beban pertumbuhan ekonomi. Sektor properti dan konstruksi menyumbang lebih dari seperempat PDB Tiongkok.
Sektor properti dan konstruksi terpukul setelah Beijing mulai menindak pinjaman berlebihan perusahaan-perusahaan realestat. Salah satunya Evergrande, perusahaan realestat nomor satu di Tiongkok. Perusahaan itu kini berjuang untuk menyelesaikan tumpukan utang.
Beberapa pengembang lainnya juga berusaha bertahan hidup di tengah lemahnya permintaan. Data yang dirilis Biro Statistik Nasional Tiongkok menunjukkan bahwa harga rumah baru turun selama lima bulan berturut-turut pada Desember.
Pekan lalu Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mendesak Beijing untuk terus membuka kembali ekonominya. Dia menegaskan, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping tersebut harus tetap berada di jalurnya. Tidak mundur dengan menutup perbatasan sekali lagi.
’’Jika mereka tetap pada jalurnya, pada pertengahan tahun atau sekitar itu, Tiongkok akan menjadi kontributor positif untuk rata-rata pertumbuhan global,’’ ujarnya.
Pandemi juga berdampak pada populasi penduduk di Tiongkok. Tahun lalu untuk kali pertama dalam 60 tahun terakhir, populasi penduduk di Tiongkok turun. Pada 2022, populasi 1,4118 miliar jiwa. Angka itu turun 850 ribu jiwa dari 2021. Tingkat kelahiran nasional mengalami rekor terendah. Yakni, 6,77 kelahiran per 1.000 orang. Tahun sebelumnya mencapai 7,52 per 1.000 orang.
Kematian juga melebihi jumlah kelahiran untuk kali pertama. Yaitu, 7,37 kematian per 1.000 orang. Angka itu menjadi tingkat kematian tertinggi sejak 1976.
[ad_2]
Source link