[ad_1]
JawaPos.com – Semua pilot yang menerbangi wilayah Papua tahu betapa berisikonya jalur penerbangan mereka. Penuh gunung, cuaca gampang berubah, dengan kawasan pendaratan yang sempit serta pendek pula.
Kalau kemudian Phillip Mehrtens mengambil risiko tersebut, kata seorang kolega sesama pilot, itu menunjukkan betapa berdedikasinya dia kepada pekerjaan dan keluarga.
”Phil itu sosok yang benar-benar baik hati. Tidak ada satu hal jelek pun yang pernah dikatakan siapa pun yang mengenal dia,” kata si kolega yang namanya dirahasiakan itu kepada stuff.co.nz.
Mehrtens beristri perempuan keturunan Indonesia dan pasangan tersebut dianugerahi seorang putra yang kini berusia 5 tahun. Mengutip New Zealand Herald (18/2), pria kelahiran Christchurch, Selandia Baru, tersebut juga diketahui menguasai bahasa Indonesia, hal yang mungkin membantunya selama disandera kelompok separatis teroris.
”Phil itu pendiam dan sangat serius orangnya,” ujar kolega lainnya.
Latar pendidikan Mehrtens sebagai pilot dijalani di akademi penerbangan di Christchurch pada 2007–2008. Lulus dari sana, dia bergabung dengan Susi Air dan bertahan selama delapan tahun. Pada 2016, dia pulang kampung ke Selandia Baru sebelum kemudian nantinya balik lagi ke Susi Air.
Dalam wawancara dengan New Zealand Herald, Susi Pudjiastuti, pemilik maskapai, menyebut Mehrtens sebagai salah seorang pilot terbaik. Mantan menteri kelautan dan perikanan itu juga mengatakan, salah seorang putrinya sudah berkomunikasi langsung dengan istri sang pilot.
”Sudah pasti istri Phillip sangat terpukul,” kata Susi (7/2).
Seorang kolega Mehrtens lain yang juga pernah bergabung di Susi Air menyatakan, maskapai tersebut selalu mengingatkan para pilot yang akan bekerja di Papua untuk menyiapkan langkah antisipatif. Mereka diminta tidak menonjolkan diri, bepergian selalu dalam rombongan, serta menyewa sopir khusus saat hendak ke mana-mana ketika berada di darat.
”Dan, tidak meninggalkan kompleks bandara di malam hari,” kata si mantan pilot Susi Air tersebut yang namanya juga dirahasiakan dalam wawancara dengan stuff.co.nz.
[ad_2]
Source link