[ad_1]
loading…
Komnas HAM melayangkan surat kedua kepada kejaksaan terkait kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Foto/dok.SINDOnews
Komnas HAM memandang kasus ini seharusnya tidak perlu dibawa ke meja pengadilan. “Komnas HAM memandang bahwa kasus ini sesungguhnya tidak perlu sampai dibawa ke pengadilan,” tulis Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sugiro dalam keterangan, Jum’at (16/6/2023).
Ini merupakan surat kedua yang dilayangkan Komnas HAM. Kepada Kejaksaan Negeri dengan Nomor 408/PM.00/K/III/2023 agar melakukan proses penuntutan sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022. Sementara surat Kejaksaan Tinggi Nomor: 409/PM.00/K/III/2023 meminta agar penanganan kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mempertimbangkan status mereka sebagai pembela HAM di bidang lingkungan hidup.
Ia mengatakan, pembela HAM berperan penting untuk memastikan penghormatan dan perlindungan bagi masyarakat. Selain itu, menurutnya, pengadilan harus memprioritaskan penggunaan sanksi di luar sanksi denda maupun sanksi pidana dalam kasus penghinaan.
Merespons dilaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke kepolisian dengan No. STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 22 September 2021, Komnas HAM menyampaikan sebagai berikut
1. Terkait dengan kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang dilaporkan kepada Kepolisian dengan No. STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 22 September 2021, Komnas HAM telah melayangkan surat kepada Kejaksaan Negeri Nomor: 408/PM.00/K/III/2023, guna meminta keterangan proses penuntutan terhadap Haris Azhar dan Fatia, dan agar melakukan proses penuntutan sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
2. Komnas HAM telah melayangkan surat kepada Kejaksaan Tinggi Nomor: 409/PM.00/K/III/2023, meminta agar penanganan kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mempertimbangkan status mereka sebagai pembela HAM di bidang lingkungan hidup, yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan yang dijamin dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Bab VI angka 1 sampai 3 Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
3. Pembela HAM berperan penting untuk memastikan penghormatan dan perlindungan bagi masyarakat, terlebih masyarakat marginal, dalam konteks kasus ini misalnya terkait dengan situasi masyarakat di Papua yang kerap mengalami marginalisasi ekonomi, dan kerusakan lingkungan.
4. Pemidanaan terhadap mekanisme check and balance terhadap tata kelola pemerintahan merupakan ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Komnas HAM berpendapat bahwa dalam kasus yang melibatkan hal-hal yang menjadi perhatian publik, dalam hal ini kepentingan umum, maka penggugat atau tergugat harus membuktikan tuduhan fakta yang diduga sebagai pencemaran nama baik.
[ad_2]
Source link