[ad_1]
JawaPos.com – Pemerintah tengah gencar mendorong hilirisasi industri. Biaya investasi yang dibutuhkan tentu tak sedikit. Presiden Joko Widodo meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut serta mendukung program hilirisasi dengan bentuk dukungan konkret.
”Karena masih saya dengar yang mau bikin smelter saja kesulitan mencari pendanaan,” kata orang nomor satu di republik Indonesia itu dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) Tahun 2023, Senin (6/2).
Meski demikian Jokowi tetap meminta agar tetap dilakukan kalkulasi yang tepat. Menurutnya, pemerintah konsisten mendorong hilirisasi juga sebagai upaya agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Hilirisasi harus dilakukan dalam berbagai sektor, baik di sektor pertambangan minerba, minyak sawit mentah (CPO), hingga sumber daya alam laut. Jokowi yakin hilirisasi memberikan nilai tambah yang berlipat ganda.
Sejauh ini hilirisasi nikel sudah dilakukan. Pemerintah tidak melakukan ekspor nikel mentah. “Lompatan kita dari 1,1 billion USD melompat menjadi 30 billion USD setelah ada hilirisasi,” ungkapnya.
Selanjutnya pemerintah akan melakukan hilirasi bauksit, timah, tembaga, emas, gas alam, dan minyak. “Kalau ini betul-betul secara konsisten kita kerjakan, jadilah kita negara maju,” imbuhnya.
Di sektor sumber daya alam laut, Jokowi mengingatkan Indonesia memiliki potensi besar. Sebab luas laut yang dimiliki Indonesia seluas 3,25 juta kilometer persegi. Namun kekayaan alamnya belum dimanfaatkan secara maksimal.
“Indonesia merupakan eksportir nomor satu rumput laut tetapi dalam bentuk mentah,” ungkapnya.
Jokowi ingin ekspor bahan olahan juga setinggi ekspor ahan mentah. Dia mencontohkan Tiongkok yang merupakan importir nomor satu rumput laut, tetapi merupakan eksportir nomor satu karagenan.
“Kita harusnya menjadi eksportir nomor satu bahan mentah, tetapi juga eksportir nomor satu karagenan, harusnya seperti itu, dan nilai tambah yang ada di sini akan melompat,” imbuhnya.
Demikian halnya dengan ikan tuna, cakalang, dan tongkol, yang menjadikan Indonesia sebagai eksportir nomor satu untuk ketiga komoditas tersebut. ”Kalau kita belum mampu ya gandeng partner. Saya selalu sampai gandeng partner, jangan ragu-ragu untuk masuk ke sana,” katanya.
Menurut Presiden, hal terpenting dalam hilirisasi adalah mengintegrasikan beragam komoditas tersebut, baik di sektor minerba, CPO, maupun sumber daya alam hasil laut. Presiden memperkirakan proyeksi dampak hilirisasi dari minerba, migas, dan kelautan bisa mencapai ratusan miliar dolar AS dan membuka jutaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Sekali lagi saya minta dukungan dari OJK mengenai ini,” ungkapnya.
Merespons arahan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan siap mendukung penuh kebijakan-kebijakan strategik pemerintah. Termasuk program hilirisasi industri komoditas sumber daya alam (SDA) dalam meningkatkan nilai tambah.
“Jadi ini suatu ekosistem yang memang harus dibangun secara menyeluruh. Bukan saja oleh satu lembaga atau sektor jasa keuangan tapi justru oleh kebijakan pihak pemerintah yang kuat dan konsisten,” ungkapnya.
Bila pemerintah konsisten, maka kemungkinan industri jasa keuangan memberikan pembiayaan di setiap jenjang proyek hilirisasi bisa lebih baik. Bahkan bisa sebagai fasilitator untuk mendatangkan investor. Hanya saja, sampai saat ini OJK masih berkoordinasi bersama stakeholder terkait untuk langkah-langkah detilnya.
“Hal yang bisa dilakukan koordinasi kerjasama antara kebijakan di pemerintah dan juga apa yang bisa dilakukan oleh pembiayaan. Bentuk lainnya kami sedang mendalami lebih lanjut langkah-langkah ini,” terang Mahendra.
Dia memastikan industri jasa keuangan terjaga kondusif. Kredit perbankan dan piutang pembiayaan tumbuh 11,4 persen dan 14,2 persen. Lebih tinggi dari rerata lima tahun sebelum pandemi sebesar 8,9 persen dan 4,4 persen.
“Optimisme tersebut juga terus berlanjut tercermin dengan besarnya investasi nonresiden pada SBN (surat berharga negara) di Januari 2023 yang mencatatkan pembelian netto sebesar Rp 49,7 triliun,” imbuhnya.
Sepanjang 2022, kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan turun signifikan. Dari puncaknya sebesar pada Oktober 2020 sebesar Rp 830 triliun menjadi sebesar Rp 469 triliun hingga lahir tahun lalu. Didukung dengan meningkatnya coverage pencadangan mencapai 24,3 persen dari total kredit restrukturisasi.
Tahun ini, kata Mahendra, siklus politik 5 tahunan dimulai. Belajar dari periode lalu, akselerasi pertumbuhan konsumsi masyarakat dan aktivitas industri akan meningkat. Khususnya industri padat karya seperti makanan/minuman, tekstil dan produk tekstil, percetakan, serta transportasi.
“Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden/Wapres kali ini adalah yang ke-5 setelah reformasi. Pengalaman menunjukkan sekalipun suhu politik meningkat, namun kondisi keamanan, kepastian hukum, dan iklim berusaha tetap terjaga dengan baik,” tandasnya.
[ad_2]
Source link