[ad_1]
Merdeka.com – Siang hari di sebuah rumah kontrakan sederhana. Di antara bangunan villa dan rumah penduduk kawasan Batulayang Cisarua, Bogor. Satu persatu wajah-wajah khas Timur Tengah menyapa di depan mata.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Mereka tampak akrab. Bergurau dan berbincang dalam Bahasa Arab. Beberapa diantaranya terlihat di ruangan kecil. Mirip sebuah kelas. Dipersiapkan oleh tuan rumah.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Peace Educational Shelter (PES). Begitu para pengungsi menyebut rumah itu. Lahir dari tangan seorang pengungsi asal Afganistan. Tahir Asad namanya.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
PES menjadi rumah baru bagi para pengungsi dan pencari suaka. Mereka datang dari berbagai negara. Mulai dari Afganistan, Irak, Yaman, Sudan dan lainnya.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Rumah itu menjadi tempat berkumpul dan belajar secara gratis. Bahasa Inggris, komputer, kerajinan tangan, akunting, hingga menjahit. Pengajarnya adalah sesama pengungsi yang memiliki keahlian.
“Dari pengungsi untuk pengungsi,” tutur Tahir.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Rata-rata, para pengungsi di sana sudah lebih dari sepuluh tahun. Mereka menunggu dalam ketidakpastian. Menyisakan harapan suaka di negara ketiga.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Tanpa memiliki pekerjaan dan kesibukan harian, mereka rentan dengan ‘kebosanan hidup’. Sudah puluhan pengungsi mengalami gangguan jiwa. Bahkan ada yang bunuh diri akibat stres berkepanjangan.
“Saya, kalau tidak ada PES ini sudah kepikiran untuk melakukan bunuh diri,” tuturnya.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Di rumah ini, semua fasilitas disediakan tanpa pungutan bayaran. Alias gratis bagi para pengungsi. Setiap tahun, Tahir harus mengeluarkan ruang Rp30 juta untuk membayar rumah kontrakan yang digunakan.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Hidup mereka mengandalkan kebaikan donatur yang masih peduli dengan keberadaan pengungsi. Operasional harian juga disandarkan pada niat baik orang.
Tak jarang, biaya kontrakan dan operasional harian diambil dari kantong pribadi Tahir. Kiriman dari sang adik yang bekerja di New Zealand. Kisarannya Rp2-5 juta. Itupun tidak rutin sebulan sekali.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Berdasarkan data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) per September 2021, jumlah pengungsi yang terdaftar di Indonesia mencapai 13.273 orang. Di kawasan Puncak Bogor diperkirakan lebih dari 3.000 pengungsi yang tinggal dan tersebar di sejumlah rumah-rumah kontrakan.
©2023 Merdeka.com/Arie Basuki
Bagi mereka, kepastian dari negara ketiga seperti sebuah mimpi di tengah ketidakpastian. Kini, mereka hanya ingin berbuat kebaikan. Agar kelak mendapatkan kebaikan kembali.
[noe]
[ad_2]
Source link