Berita Terkini

Ditjen Bina Pemdes Akui Banyak Cerita Sukses Setelah Penerapan UU Desa

[ad_1]

JawaPos.com – Penerapan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa sejak 2014 sejak sembilan tahun yang lalu telah menghasilkan banyak cerita sukses di desa-desa. Desa telah menjadi subyek dan pelaku aktif untuk pembangunan masyarakat adil dan makmur.

Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Pemdes Kemendagri) Paudah mengatakan hal itu dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam rangka Refleksi Sembilan Tahun Penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam Penguatan Pemerintahan Desa” di Jakarta, Selasa (14/2).

“Pembangunan masyarakat adil dan makmur adalah upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dimulai dari desa,” kata Paudah dalam keterangan tertulisnya kepada JawaPos.com.

Diketahui, Rakornas ini dihadiri Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pemerintahan Desa, Kemendagri, Eko Prasetyanto Purnomo Putro sebagai pembicara kunci.

Paudah juga memaparkan, dalam sistem pemerintahan NKRI, lahirnya UU Desa secara signifikan telah memberikan ruang perubahan tatanan susunan pemerintahan. UU ini secara ekplisit menyebutkan bahwa desa adalah entitas pemerintahan terkecil yang membutuhkan pembinaan dari pemerintahan di atasnya atau supra desa.

Menurutnya, Kemendagri melalui Ditjen Bina Pemdes sejauh ini telah melakukan fungsi pembinaan dan fasilitasi kepada pemerintahan desa, di antaranya berupa pembinaan fasilitasi keuangan dan aset desa, kelembagaan, fasilitasi pengelolaan keuangan dan aset, pelayanan publik, penataan dan pengelolaan manajemen administrasi pemerintahan desa dan melakukan evaluasi perkembangan desa untuk yang lebih baik.

“Pada saat pandemi, desa punya kontribusi yang signifikan, bagaimana menekan kasus baru di desa. Pemerintah pusat memberikan arahan bagaimana menekan angka kematian,” katanya.

Lebih lanjut, Paudah menambahkan, memasuki era 4.0, pemerintah memfasilitasi pengelolaan aset berbasis teknologi digital, seperti Siskeudes, Sipades, dan e-prodeskel. Termasuk menyiapkan pengembangan kapasitas aparatur desa berbasis digital melalui Learning Management System (LMS).

“Ini akan memudahkan aparatur desa untuk mendapatkan pengetahuan dan skill melalui pelatihan sehingga dapat meningkatkan kualitas belanja desa dengan memanfaatkan sumber pendapatan yang dikelola beroientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat desa tegas Paudah,” ujarnya

Desa Maju

Dalam Rakornas ini, beberapa Direktur juga menjadi pembicara. Direktur Evaluasi Perkembangan Desa, Mohammad Noval memaparkan, sesuai data desa 2015-2022 menunjukkan peningkatan desa swasembada dari 1,85 persen (2015) naik menjadi 4,21 persen (2016), 4,84 persen (2017), 4,87 persen (2018), 5,55 persen (2019), 5,94 persen (2020), 6 persen (2021) dan menjadi 6,90 persen (2022) merupakan desa swasembada (desa maju, mandiri dan sejahtera).

Menurut Noval, pihaknya akan terus memperbaiki data dan informasi desa, termasuk menggelar lomba desa untuk mengetahui perkembangan desa di seluruh Indonesia.

Direktur Penataan dan Administrasi Desa, Matheos Tan mengatakan, selain berbagai kemajuan yang dicapai desa, di sana masih ada berbagai masalah, mulai dari masalah batas desa, status desa, maupun Pilkades.

Begitu juga pengelolaan dana desa masih ditemui berbagai masalah. Untuk itu, Matheos meminta kepala desa dan perangkat desa selalu berpedoman pada aturan dan terus memperbaiki disiplin.

Direktur Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa, Murtono mengatakan, pihaknya akan senantiasa berusaha meningkatkan kapasitas aparatur desa, terutama bagi calon kepala desa atau kepala desa yang baru terpilih. Hal itu, kata Murtono, sesuai mandat yang perlu mendapat prioritas.

Murtono mengatakan, banyak insitusi yang perlu bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa, mulai dari pusat sampai ke daerah.

Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa, Tb. Chaerul Dwi Sapta, menyoroti beberapa isu strategis yang berkaitan dengan kerja sama desa, misalnya perlu tidaknya pengaturan kerja sama desa diatur dalam peraturan daerah.

Menurut Chaerul, kerja sama desa belum tersosialisasi di daerah dan juga belum menjadi program prioritas.

Adapun Direktur Fasilitasi dan Aset Pemerintahan Desa, Lutfi mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapi dalam penyaluran dana desa tahun 2022. Setidaknya, ada sumber hambatan itu, yaitu regulasi dari pemerintah pusat mengenai perubahan alokasi dana desa untuk BLT.

Hambatan dari Pemda, misalnya, pergantian pejabat di daerah dan adanya daerah yang memberikan syarat tambahan. Sedangkan, hambatan dari desa, misalnya, terkena masalah hokum, letak geografis, kualitas SDM dan keterlambatan pertanggungjawaban.



[ad_2]

Source link